Dari Ummul Ayman ke Mukalla, Belajar Islam di Negeri 1000 Wali

Zaki Nurmiswari


Oleh: Zaki Nurmiswari*

Hadhramaut adalah salah satu provinsi yang terletak di selatan negara Republik Yaman. Bulan puasa 1442  saya tiba di sini. Pertama kali yang saya rasakan ketika menginjakkan kaki di provinsi ini adalah hawa panas , ditambah lagi saya dalam keadaan berpuasa. Maka bertambahlah ujian yang harus saya hadapi.

Saya tiba di Hadramaut setelah menempuh perjalanan Jakarta-Turki-Mesir dan berakhir di bandara Seiywun, salah satu kota di dalam kawasan Hadhramaut. Seiywun hanya berjarak sekitar 33 Km dari kota Tarim, kota yang dikenal dengan bumi sejuta wali.

Sesampainya di bandara Seiywun, saya bersama rombongan dijemput dan dibawa langsung ke asrama Universitas Al-Ahgaff di Tarim. sebelum Besoknya kami berangkat ke kota Mukalla.

Pada dasarnya, gedung utama Universitas Al Ahgaff berada di kota Mukalla, hanya Fakultas Syariah dan Hukum yang di kota Tarim. Jarak Mukalla-Tarim bisa ditempuh selama lima jam perjalanan darat. Tahun pertama, mahasiswa Al Ahgaff akan berdomisili di kota Mukalla. Empat tahun kemudian baru bertempat di kota Tarim.

Selama berada di Tarim untuk beberapa jam saja, saya bertemu dengan mahasiswa-mahasiswa Aceh yang sedang berada di Tarim. Setelahnya, kami langsung menziarahi makam Zanbal yang letaknya tidak jauh dari asrama. Kami dikenalkan dengan makam-makam ulama besar di Zanbal seperti, Al Imam Al Faqih Al Muqaddam, Syaikh Umar Al Muhdhar, Al Imam Abdullah Al Haddad danlainnya.

Bertolak ke Mukalla

Setelah silaturahmi ke beberapa habib di kota Tarim, kami pun bertolak ke kota Mukalla. Mukalla adalah ibu kota Provinsi Hadhramaut. Kota ini terletak di pesisir pantai sepanjang Broum-Aden. Di kota yang termasuk salah satu kota terbesar di Yaman ini, tentu banyak tempat wisata yang bisa kami kunjungi. Di antaranya yakni Khour.

Zaki Nurmiswari


Khour adalah tempat wisata yang terletak di tengah-tengah pasar Syarij.  Berupa sungai buatan yang membentang di tengah-tengah kota Mukalla. Sederhana, tapi terasa adem. Salah satu tempat yang sangat cocok buat para pengunjung untuk menikmati keindahan Mukalla.

Senja adalah waktu yang cocok bagi pengunjung untuk menikmati keindahannya. Di pinggiran Khour terdapat tempat yang menjajakan makanan dan minuman berupa syawarma, sambosa dan puluhan makanan-minuman khas Yaman lainnya.

Pada malam hari, Khour masih disesaki pengunjung. Pengunjung menyewa  perahu untuk menyusuri sungai tersebut. Harganya sekitar 200 riyal per sekali putaran.

Selain Khour, ada juga Pantai Broum yang indah. Jaraknya tempuh sekitar setengah jam perjalanan darat dari asrama saya. Pemandangan yang disuguhi Broum cukup memanjakan mata. Broum merupakan salah satu jalan penyambung antar kota Aden dan Mukalla. Pada zaman dahulu jalan tersebut tidak ada, sehingga datang seorang ulama yang ingin melakukan safar dan terjebak di tebing dekat laut sehingga atas izin Allah tebing tersebut terbelah menjadi dua dengan wasilah siwak yang ia pakai. Ada yang mengatakan dengan tongkat yang ia bawa. Kabarnya seorang ulama tersebut adalah murid Al Imam Al Faqih Al Muqaddam.

Tidak sampai di situ, kami juga menziarahi makam ulama Shahibul Mukalla yaitu Habib Ahmad bin Muhsin Al Hadhar yang terletak di Mukalla Qadimah (Mukalla Lama). Kami juga menziarahi maqam Pendiri Al Ahgaff yakni Al Habib Abdullah bin Mahfud Al Haddad. Di sekitar makam beliau terdapat makam salah satu ulama besar di Mukalla juga yaitu Syekh Ya’qub bin Yusuf Bawazir, murid dari Syekh Abdul Qadir Jailani.

Bersama mahasiswa asal Indonesia di Mukalla


Tidak lupa juga, kami menziarahi teman-teman yang berasal dari Aceh di Universitas Al Washatiyah. Universitas yang dipimpin oleh Habib Abu Bakr Al Adny. Beliau merupakan salah satu ulama besar juga dari Hadhramaut. Universitas ini terletak di tengah gurun pasir yang jauh dari perkotaan. Jarak antara universitas dan kota Mukalla sekitar setengah jam perjalanan atau lebih. Kami di sana bersilaturrahmi dan bercerita tentang kesan-kesan belajar di Yaman. Sesekali kami mengenang hal-hal yang menyenangkan di Aceh. Tapi, hal itu tak menyurutkan tekad kami untuk terus belajar dan menjadikannya sebagai motivasi untuk terus mencapai hasil yang terbaik.

Zaki dan mahasiswa Aceh di Yaman


Tiga bulan di sini, kami sudah akrab dengan beberapa orang arab. Warga di sini ramah-ramah seperti halnya masyarakat di Aceh. Saya selalu berusaha untuk berbicara langsung dengan warga setempat untuk pengembangan bahasa. Hasil yang saya dapat pun cukup memuaskan. Ketika saya mendengar warga setempat dan dosen menjelaskan mata kuliah kepada kami, kami pun memahaminya. Itu juga karena kegigihan saya dalam mempelajari bahasa.

Sekarang kami dari Asosiasi Mahasiswa Indonesia (AMI) sedang mengadakan perlombaan  dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus. Tujuan diadakan perlombaan ini yaitu untuk menanamkan semangat berbangsa. Berbagai lomba yang diadakan, seperti futsal, tenis meja, voli, basket dan aneka lomba kerakyatan lainnya.

*)Penulis adalah alumnus Dayah Ummul Ayman, mahasiswa Al Ahgaff University, melaporkan dari kota Mukalla, Hadhramaut, Yaman.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama