Sejak lima bulan terakhir, pemerintah dan para tokoh agama di Aceh bersama-sama mengimbau masyarakat agar lebih berhati-hati dalam berinteraksi ketika pandemi Covid-19. Begitu juga yang saya perhatikan dari pribadi seorang ulama karismatik Aceh, Pimpinan Yayasan UmmulAyman, Tgk H Nuruzzahri bin Yahya atau akrab dikenal dengan sebutan ‘Waled Nu’. Selaku pimpinan yayasan tersebut beliau sangat mewanti-wanti anak didiknya agar waspada terhadap penularan virus yang belum ada vaksinnya ini.
Hal itu gencar beliau lakukan semenjak Pemerintah Aceh melalui Dinas Pendidikan Dayah Aceh mengeluarkan instruksi kepada pesantren dan lembaga pendidikan agama terpadu untuk menghentikan sementara pengajian dalam rangka mencegah menyebarnya virus corona tersebut (Serambi Indonesia, 16/3/2020).
Setelah menerima surat tersebut, khususnya di Dayah Ummul Ayman Pusat, Samalanga, Ayahanda Waled langsung menyuruh para santri untuk mengantisipasi diri dari terjangkitnya virus corona. Di antara langkah yang Waled ambil adalah menginstruksi seluruh dewan guru beserta santri-santri untuk menjemur seluruh peralatan tidur.
Sebenarnya aktivitas bersih-bersih kamar seperti itu adalah rutinitasnya para santri saban Jumat pagi. Namun, selama tersebarnya instruksi pencegahan Covid-19, Ayahanda Waled lebih intens mengontrol kebersihan lingkungan dayah sekaligus kamar-kamar para santri.
Selain kebersihan kamar, Waled juga menyarankan santri untuk selalu menjaga kebersihan anggota tubuh, khususnya kedua tangan, seraya mewanti-wanti santri dan guru untuk tidak berinteraksi langsung dengan tamu-tamu yang datang.
Hal itu juga ditunjang oleh kesiapan dari pihak ustaz-ustaz yang bernaung di bawah Seksi Kesehatan Dayah Ummul Ayman. Mereka sangat berhati-hati dalam menangani setiap santri yang sakit. Terlebih pasien yang rada-rada terserang gejala-gejala Covid-19, seperti demam dan batuk.
Selama media-media gencar memberitakan Covid-19, saya lihat anggota Seksi Kesehatan inilah yang sangat berperan menyosialisasikan dan cukup berhati-hati menangani setiap santri yang sakit. Saya sendiri tak bisa membayangkan bagaimana perasaan mereka di saat ada satu dua santri yang misalnya demam, batuk, atau memiliki keluhan yang sama dengan gejala Covid-19? Sepertinya hati mereka sangat deg-degan ketika menanganinya.
Meliburkan santri
Sejak adanya surat edaran Gubernur Aceh, Dayah Ummul Ayman termasuk salah satu lembaga pendidikan yang lebih cepat meliburkan aktivitas para santri. Tak seperti biasanya, liburan pulang Ramadhan tahun ini lebih cepat daripada tahun sebelumnya. Biasanya, liburan pulang menjelang Ramadhan dimulai lima hari sebelum Ramadhan tiba, yakni 25 Syakban. Tahun ini malah didahulukan ke 15 Syakban.
Ayahanda Waled juga tak membiarkan para tamu memasuki kompleks dayah. Di hari penjemputan kepulangan santri, para wali santri diminta untuk menunggu anak-anaknya di luar gerbang dayah.
Di pagi itu, satu per satu nama santri dipanggil melalui pelantang suara. Lima menit sebelumnya mereka sudah bersiap-siap di depan posko, lengkap dengan barang-barangnya.
Ketika namanya dipanggil, satu per satu teungku-teungku cilik itu menyalami ustaz wali kelasnya masing-masing seraya meminta izin pulang. Begitu ke luar dari gerbang, mereka langsung disambut oleh sanak famili yang sedari tadi menunggu di luar. Ya Allah, begitu syahdunya. Saya sengaja duduk di dekat posko untuk merasakan suasana syahdunya pagi itu.
Memasuki bulan Ramadhan, ada peraturan berbeda yang Waled terapkan. Tak seperti peraturan-peraturan Ramadhan tahun sebelumnya. Tahun ini, pihak yayasan hanya mengizinkan para dewan guru mulai kelas 9 ke atas untuk menetap di dayah. Pihak yayasan juga menegaskan, selama menetap di dayah tidak boleh ke luar dari wilayah Samalanga. Bahkan untuk pulang ke rumah saja juga tidak diperbolehkan, kecuali jika ada hal mendesak.
Tak hanya di luar kompleks, Ayahanda Waled juga menganjurkan kami untuk menjaga jarak (physical distancing) selama di dayah, terutama saat momen keramaian. Maka tak heran, ketika kami menghadiri pengajian setelah subuh dan setelah asar di Mushalla Ar-Rahmah, kami tetap ber-physical distancing. Minimal berjarak satu meter.
Waled juga mewanti-wanti kami agar selalu pakai masker. Konon lagi ketika ke luar dari kompleks dayah. Itu juga keteladanan dari Ayahanda Waled sendiri yang tetap istikamah bermasker meski di atas mimbar ketika berkhotbah pada hari Jumat.
Mungkin sebagian dari kita ada yang mempersoalkan terkait seriusnya Waled Nuruzzahri menghadapi Covid-19 tersebut atau bahkan ada yang menyebutnya terlalu berlebihan. Oleh karena itu, melalui reportase ini saya ingin berbagi pandangan Waled dalam merespons virus tersebut.
Menurutnya, sebagaimana akidah Ahlussunnah wal Jamaah bahwa Covid-19 itu adalah makhluk dan sunnatullah. Sunnatullah itu tentunya akan terkena siapa pun atas izin Allah. Oleh karena itu, sebagai hamba Allah, kita wajib untuk berikhtiar. Bermasker dan physical distancing merupakan di antara bentuk ikhtiar kita sebagai hamba.
Para ahli medis lintas negara telah sepakat bahwa Covid-19 tersebut bisa menular karena kontak langsung dengan orang lain, bahkan menular melalui udara. Sehingga apa yang pemerintah terapkan seperti physical distancing adalah salah satu solusi yang harus dipatuhi masyarakat.
“Geutanyoe meuphom baih agama sagai, masalah medis hana meuphom teuh, makajih beu tapateh haba ureung yang leubeh meuphom dalam bidang nyan (Kita ini cuma paham bidang agama. Masalah medis kita tak paham. Makanya harus kita patuhi orang yang paham di bidang itu (baca: ahli medis),” tegas Waled di hampir setiap nasihatnya kepada kami.
Begitulah sekelumit cara As-Syaikh Waled Nuruzzahri bersama Ummul Ayman-nya mewaspadai Covid-19. Waled juga selalu mengimbau masyarakat agar lebih waspada terhadap penyakit ini. Harapannya, meskipun tak sanggup mematuhi peraturan-peraturan medis seperti bermasker dan lainnya, Waled berharap setidaknya kita tidak mengeluarkan kata-kata jorok, konon lagi sampai menjelek-jelekkan tim medis atau pihak lain yang turut berkecimpung dalam gerakan mulia mencegah Covid-19 ini. Syedara lon, jangan lupa untuk senantiasa berdoa.
*)Guru Dayah Ummul Ayman III Pidie Jaya.